Sunday, February 25, 2018

Harga Sebuah Kecantikan


“Baru! Urax 300, suplemen penambah nafsu makan tiga kali lipat. Cukup dengan tiga kali hirup setiap sebelum sarapan, makan siang dan makan malam, kamu akan merasa sangat lapar, seperti belum makan selama tiga hari. Sekarang, kelebihan berat badan bukan lagi impian!” Iklan yang lumayan meyakinkan, pikir Ursuk. Ia masih terus berjalan melewati sebuah pusat perbelanjaan, saat melihat iklan itu ditayangkan di sebuah layar besar. Beberapa wanita gemuk berjalan melewatinya, ia menoleh sambil berkata kepada dirinya sendiri, “Mereka cantik sekali, aku ingin menjadi gemuk! Sial, aku harus menaikkan berat badan, mungkin sekitar 70 kilo lagi, atau 90 kilo lagi, atau 100 kilo lagi mungkin.”
Berat badannya memang jauh dari ideal, sekitar 51 kilogram. Kulitnya pun juga putih, tidak terlihat menarik. Ia masih terus berjalan, kali ini melewati sebuah apartemen mewah, layar besar di gedungnya menayangkan iklan lainnya. “Gilken 500, krim penghitam kulit lima kali lipat. Oleskan sebanyak lima kali ke seluruh tubuh saat berjemur di bawah sinar matahari, kulit kamu akan terbakar, lima kali lebih panas dari biasanya. Ucapkan selamat tinggal kepada kulit putih!” Iklan itu cukup menarik perhatiannya, ia tertegun sejenak, kemudian bergegas berjalan menuju Orbos. Pasar swalayan itu cukup modern, ada beberapa pegawai hologram yang siap membantu jika kesulitan mencari produk yang diinginkan.
“Halo A654RX, aku mencari Gilken 500. Ada di sebelah mana ya? Oh, Urax 300 juga. Hampir saja aku lupa!” tanya Ursuk kepada pegawai hologram yang lewat di sampingnya. “Oh, kedua produk itu cepat sekali habisnya. Tapi sepertinya kamu beruntung, menurut data yang barusan aku unduh di kepalaku, masih ada masing-masing 1 buah produk Urax 300 dan Gilken 500. Bagian produk perawatan diri ada di sebelah sana, lurus saja, lalu belok kiri.” Ursuk berjalan terburu-buru, ternyata belum ada orang lain yang mengambil Urax 300 dan Gilken 500 terakhir di rak itu. Kasir hologram memindai gelang Haltin miliknya yang berwarna biru, beberapa menit kemudian transaksi selesai. Gelang berwarna biru itu kelas tertinggi, batas kreditnya lumayan besar, MD 450.000.000.
Hari sudah agak malam saat Ursuk kembali ke apartemen, jam hologram di dinding menunjukkan pukul 9 lewat 15. “Menurut artikel yang aku baca, makan malam di atas jam 8 akan membuatku cepat gemuk. Apalagi, kalau setelah itu langsung tidur. Ini saat yang tepat untuk mencoba produk baru ini!” Ia mengambil Urax 300 dari kantung belanja dan menarik tutupnya, produk itu mengeluarkan asap berwarna merah, ungu dan kuning yang meliuk-liuk seperti tentakel. Ia kemudian menghirupnya sebanyak tiga kali. Satu kali, ia mulai terasa lapar. Dua kali, lebih lapar lagi. Tiga kali, laparnya bukan main. Entah seperti belum makan berapa hari, tiga hari mungkin, seperti yang iklan itu bilang. Ia makan dengan sangat rakus, sepertinya tiga kali lebih banyak dari biasanya. Saat perutnya masih terasa sangat kenyang, ia bergegas naik ke tempat tidurnya. Ia mengambil dua buah pil Lublek 200, beberapa detik kemudian ia langsung tertidur pulas. Obat tidur itu memang ampuh, persis seperti yang dijanjikan oleh iklannya, tertidur lelap seperti baru disuntik obat bius untuk gajah.
Keesokan harinya ia terbangun sekitar pukul 7 pagi, perutnya terasa agak sakit, karena masih kekenyangan. Ursuk kemudian mengambil Urax 300, dan menghirup asapnya lagi sebanyak tiga kali. Ia melahap sarapannya dengan rakus, kali ini hanya dua kali dari porsi biasanya. Sepertinya iklan itu menawarkan janji yang agak berlebihan, atau mungkin ia lupa berapa kali lipat porsi sarapan yang dihabiskannya pagi itu. Sebelum berpakaian, ia mengoleskan krim Gilken 500 ke seluruh tubuhnya sebanyak lima kali. Krim itu tidak lengket, tidak berwarna dan juga terasa kering saat dioleskan. Ia bergegas berangkat kerja, berjalan melewati beberapa gedung perkantoran. Iklan-iklan produk kecantikan masih gencar ditayangkan di kanan kiri jalan, banyak merek baru yang bahkan belum pernah ia dengar sebelumnya.
“Sialan, iklan-iklan ini membuatku tergoda! Tapi cukup Urax 300 dan Gilken 500 saja untuk saat ini, sepertinya klaim mereka lebih meyakinkan daripada ratusan produk baru lainnya,” gumam Ursuk. Matahari bersinar cerah pagi itu, tapi tiba-tiba ia merasakan kulitnya terbakar. Mungkin lima kali lebih panas dari biasanya, seperti yang dijanjikan iklan itu. Ursuk merasa sangat kesakitan, tapi ia terus berjalan menuju kantor, mengurungkan niatnya untuk beralasan tidak masuk kerja. “Ini belum seberapa, aku pasti kuat. Kecantikan itu ada harganya,” ujarnya sembari menahan panas yang luar biasa di kulitnya. Pukul 1 siang, ia tidak kuat lagi untuk melanjutkan pekerjaannya.
Ursuk memutuskan untuk pulang lebih awal, tapi itu adalah keputusan yang salah, panas terik matahari saat siang hari justru lebih sinting lagi! Mungkin tujuh kali lipat, atau delapan kali lipat, atau sepuluh kali lipat. Oh, hanya Mesin Maha Cerdas yang tahu. “Oh, aku pasti kuat! Kecantikan itu ada harganya!” Ursuk masih berusaha meyakinkan dirinya. Ia mampir ke sebuah restoran cepat saji dan memesan tujuh porsi makan siang untuk dibawa pulang. Sesampainya di apartemen ia tidak langsung mandi dan menghapus krim Gilken 500 di sekujur tubuhnya, yang membuatnya kesakitan luar biasa. Padahal, kulitnya sudah melepuh dan terlihat menghitam, agak terkelupas sedikit. Kecantikan itu ada harganya, begitu pikirnya.
Ia kembali menghirup Urax 300 sebelum makan siang, padahal ia masih sangat kenyang. Tapi tidak, bukan tiga kali hirup seperti yang dianjurkan. Satu kali, ia mulai terasa lapar. Dua kali, lebih lapar lagi. Tiga kali, laparnya bukan main. Empat kali, amat sangat lapar sekali. Lima kali, lapar seperti belum makan selama seminggu. Ia terus makan dan makan dengan rakus. Porsi kesatu, habis dalam beberapa menit. Porsi kedua, ia masih makan dengan lahap. Porsi ketiga, ia mulai sedikit kenyang. Porsi keempat, ia mulai sedikit mual. Porsi kelima, ia mulai muntah. Ursuk masih  terus memaksa untuk makan. Muntah, makan lagi. Muntah lagi, makan lagi. Muntah lagi, terus makan lagi. Porsi kelima akhirnya habis dengan paksa, perutnya sudah tidak bisa menerima makanan lagi.
Masih ada dua porsi yang harus ia habiskan. Porsi keenam, makan lagi. Muntah lagi, makan lagi. Muntah lagi, tersedak. Makan lagi, muntah. Mulutnya masih penuh dengan makanan, ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri. “Akk-kkuu pass-sstii bis-ssaa! Kecann-tikk-aann itt-ttuu add-daa harr-ggaa-nnyyaa…” Ursuk tersedak lagi, lalu makan lagi. Sekarang hanya tinggal satu porsi lagi yang tersisa, ia masih memaksa untuk makan. Muntah lagi. Tersedak lagi. Makan lagi, tersedak, dan kemudian mampus. Ursuk ambruk di meja makan, wajahnya menghantam piring dengan keras, sampai pecah berkeping-keping. Layar televisi di belakangnya menayangkan iklan sebuah produk kecantikan, “Ada harga untuk sebuah kecantikan, tapi tidak selalu harus mahal!”